Assalamu’alaikum…
Semoga tetap sabar menebar kebaikan, tawakal setelah usaha yang maksimal, serta ikhlas menerima pembagian dari-Nya.
Sabar, tawakal dan ikhlas. Ketiga kata tersebut mungkin sangat mudah untuk kita ucapkan. Banyak orang mengaku telah bersabar, merasa telah pasrah dalam tawakal, mengaku ikhlas menerima ketentuan-Nya, namun kadang dalam hatinya masih saja ada sesuatu yang mengganjal.
Pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari ketiga hal tersebut (sabar, tawakal, ikhlas) tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Ketiganya seolah menjadi satu-kesatuan yang saling melengkapi. Ketiadaan pada salah satunya akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada hasil akhirnya.
Sebagai contoh misalnya, seorang pemuda yang telah cukup usia ingin segera mendapatkan calon bidadari yang didambanya. Bidadari yang akan mengisi setiap ruang hatinya, menjadi teman setia dalam mengarungi bahtera hidup demi menggapai keredhaan-Nya. Tentunya ia harus mempertebal kesabaran dalam berikhtiar, menjalani prosesnya juga dengan sabar. Sabar dalam melakukan proses ta’aruf, sabar ketika harus menyampaikan kelebihan dan kekurangan kepada seseorang yang masih dianggap asing dalam hidupnya, pun sabar ketika dalam proses ta’aruf itu tidak berlanjut ke jenjang berikutnya (pernikahan). Tambah lagi sabarnya ketika cinta yang kita kirimkan dikembalikan alias ditolak. Anggaplah dia memang bukan yang terbaik untuk kita.
Sabar dalam ikhtiar terasa hampa tanpa diiringi dengan doa. Sudah menjadi fitrah bahwa manusia akan selalu membutuhkan uluran tangan, pertolongan dari Rabb-nya. Oleh karena itu, doa merupakan senjata yang ampuh untuk menemani dalam ikhtiar.
Ada kalanya kita berada pada puncak kondisi dimana kita merasa begitu lelah dalam menjalani proses hidup yang kita jalani. Seakan jalan telah tertutup, segala macam usaha telah ditempuh, namun masih belum juga menemukan titik terang tanda-tanda keberhasilan.
Semoga tetap sabar menebar kebaikan, tawakal setelah usaha yang maksimal, serta ikhlas menerima pembagian dari-Nya.
Sabar, tawakal dan ikhlas. Ketiga kata tersebut mungkin sangat mudah untuk kita ucapkan. Banyak orang mengaku telah bersabar, merasa telah pasrah dalam tawakal, mengaku ikhlas menerima ketentuan-Nya, namun kadang dalam hatinya masih saja ada sesuatu yang mengganjal.
Pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari ketiga hal tersebut (sabar, tawakal, ikhlas) tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Ketiganya seolah menjadi satu-kesatuan yang saling melengkapi. Ketiadaan pada salah satunya akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada hasil akhirnya.
Sebagai contoh misalnya, seorang pemuda yang telah cukup usia ingin segera mendapatkan calon bidadari yang didambanya. Bidadari yang akan mengisi setiap ruang hatinya, menjadi teman setia dalam mengarungi bahtera hidup demi menggapai keredhaan-Nya. Tentunya ia harus mempertebal kesabaran dalam berikhtiar, menjalani prosesnya juga dengan sabar. Sabar dalam melakukan proses ta’aruf, sabar ketika harus menyampaikan kelebihan dan kekurangan kepada seseorang yang masih dianggap asing dalam hidupnya, pun sabar ketika dalam proses ta’aruf itu tidak berlanjut ke jenjang berikutnya (pernikahan). Tambah lagi sabarnya ketika cinta yang kita kirimkan dikembalikan alias ditolak. Anggaplah dia memang bukan yang terbaik untuk kita.
Sabar dalam ikhtiar terasa hampa tanpa diiringi dengan doa. Sudah menjadi fitrah bahwa manusia akan selalu membutuhkan uluran tangan, pertolongan dari Rabb-nya. Oleh karena itu, doa merupakan senjata yang ampuh untuk menemani dalam ikhtiar.
Ada kalanya kita berada pada puncak kondisi dimana kita merasa begitu lelah dalam menjalani proses hidup yang kita jalani. Seakan jalan telah tertutup, segala macam usaha telah ditempuh, namun masih belum juga menemukan titik terang tanda-tanda keberhasilan.
Pada saat itulah tawakal menjadi suatu keniscayaan. Kepasrahan total kepada Allah Subhanahu wata’ala. Pasrah sepasrah-pasrahnya kepada Dzat Yang Maha Pemberi keputusan, Dzat Yang Maha Menolong dan Dzat Yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Dalam masa tawakal ini juga harus tetap berdoa dengan sungguh-sungguh memohon pertolongan kepada-Nya, menengadahkan tangan di depan pintu gerbang rahmat-Nya dengan mengagungkan asma-Nya, kemudian tetap sabar dalam menunggu pertolongan-Nya.
Kita tidak pernah tahu kapan Allah memberikan pertolongan-Nya. Allah punya rencana terbaik untuk kita. Pertolongan-Nya akan datang dari arah yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Dan ketika pertolongan itu tiba, hendaklah kita ridha dengan apa yang menjadi keputusan-Nya.
Sudah sepatutnya kita ikhlas dengan segala pembagian dari-Nya. Begitu juga halnya dengan seorang pemuda atau pemudi yang telah dipertemukan dengan belahan jiwanya. Terimalah calon suami atau istri dengan lapang dada penuh kerelaan karena Allah semata. Jadikan ia sebagai anugerah terindah yang telah Allah pilihkan untuk kita. Tidak usah mengejar atau menunggu seseorang, atau sesuatu yang memang bukan menjadi bagian untuk kita, karena Allah Subhanahu wata’ala lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
Marilah sama-sama kita belajar untuk ikhlas dalam segala hal. Ikhlas menerima qodha dan qadar-Nya, ikhlas dengan apa yang menjadi garis ketentuan-Nya, ikhlas dengan bagaimana pun kondidi kita, kesehatan, kondisi ekonomi, postur tubuh, corak suara dan lain sebagainya. Ikhlaskan semuanya demi Allah yang telah menciptakan kita dengan penciptaan yang paling sempurna.
Istiqomahlah dalam sabar, tawakal, dan ikhlas.
Sumber :http://ibnuabdulrocman.blogspot.com/