Jumat, 17 Agustus 2012

Sedihnya Berpisah Dengan Ramadhan


Sedihnya Berpisah Dengan Ramadhan

Ramadhan sudah di penghujung bulan. Dalam hitungan hari kita akan berpisah dengan Ramadhan. Bulan mulia yang penuh barokah dan ampunan. Apakah kita telah memanfaatkan Ramadhan dengan sebaiknya? Atau malah ‘memperlakukan’ Ramadhan seperti bulan biasanya? Shalat kita mungkin tak beda dengan saat shalat selain Ramadhan, shaum kita tak sempurna, shadaqah kita dihiasi dengan sikap riya’,ujub, dan amalan lainnya yang kita khawatir sia-sia belaka. Naudzubillah min dzalik. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah Swt. yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya. Memanfaatkan Ramadhan sebaik mungkin demi mengumpulkan pahala. Semoga.
Teringat sebuah puisi karya Taufik Ismail, puisi itu berjudul “Setiap Habis Ramadhan”, yang dilagukan oleh Bimbo. Syairnya begitu syarat makna dan mendalam. Inilah bait-bait puisi beliau: Setiap habis rama­dhan/ hamba rindu lagi ramadhan/ Saat-saat padat beribadah/ tak terhingga nilai mahalnya/ setiap habis ramadhan/ hamba cemas kalau tak sampai/ umur hamba di tahun depan/ berilah hamba kesempatan/ Setiap habis Ramadhan Rindu hamba tak pernah menghilang Mohon tambah umur setahun lagi Berilah hamba kesempatan/Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan/ Sekeluarga, sekampung, senegara Kaum muslimin dan muslimat se dunia/Seluruhnya kumpul di persatukan Dalam memohon ridho-Nya.
Tidak  terasa bulan Ramadhan udah berada di akhir perjalanannya. Sepertinya baru kemarin kita bergembira dengan datangnya Ramadhan. kemarin kita mengawali indahnya sahur dan buka pertama dalam puasa kita. kemarin pula kita sama-sama ikutan tarawih pertama berjamaah di masjid. Begitulah. Waktu memang berjalan tanpa kom­promi. Meninggalkan kita.
Kita pantas merenung. Di sepuluh hari terakhir yang tersisa di bulan Ramadhan ini, apa yang akan kita lakukan? Menghitung hari seperti kemarin dengan tanpa ada aktivitas amal sholeh? Atau sekadar mengisinya dengan hal-hal yang amat jauh dari nilai-nilai Islam? Rasanya, kita semua udah pada tahu, apa yang harus kita lakukan. Tapi celakanya, kita juga seringkali lalai dengan apa yang seharusnya kita lakukan.

Senang, sedih, dan cemas jadi satu 

Setiap habis Ramadhan, ada perasaan Senang, sedih, cemas yang muncul di hati kita. Bercampur jadi satu.
Perasaan senang muncul karena setidak­nya kita merasa berhasil telah lolos dari medan ujian yang berat sebagai pemenang. Benar-benar sangat berat. Sebab, selain harus mena­han diri dari rasa lapar yang mengiris-ngiris lambung kita, selain harus menahan haus yang terasa mengeringkan kerongkongan kita, juga kita dituntut oleh Allah Swt. untuk mengen­dalikan hawa nafsu kita. Tujuannya, agar puasa kita juga dibarengi dengan tambahan pahala yang lain dari Allah Swt.
Perasaan sedih juga muncul dari kita. Kenapa sedih dengan berakhirnya Ramadhan? Karena kita kehilangan kesempatan emas untuk menanam pahala di bulan tersebut. Sedih rasanya merasakan perpisahan dengan bulan yang telah dimuliakan Allah sebagai tempat untuk ‘menimbun’ pahala. Lebih sedih lagi kalo kita sampe tak mendapat apa-apa di bulan Ramadhan ini, kecuali rasa lapar dan haus. Atau lebih rugi lagi adalah nggak dapat apa-apa. Termasuk nggak dapat pahala puasa karena memang nggak puasa. Duh, rugi berat deh.
Rasa cemas juga kerap muncul dari kita. Khususnya bagi kita-kita yang memang telah mengisi Ramadhan tahun ini dengan segala aktivitas amal sholeh kita. Sehingga setiap habis Ramadhan, yang dirindukan adalah kembali bisa menikmati Ramadhan di tahun depan. Namun, ada kecemasan yang menggunung manakala menyadari dan khawatir jika usia kita nggak sampe di Ramadhan berikutnya. Harapan dan kecemasan bercampur jadi satu. Sampe kita sendiri nggak tahu, apa sebetulnya yang kita inginkan. Sebab, antara harapan dan kece­masan kelihatannya saling melengkapi. Setiap kali kita berharap, selalu saja ada kecemasan, meski sekecil apapun rasa cemas itu.
Perasaan-perasan tadi muncul secara wajar dalam diri kita. Alhamdulillah, semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang bertakwa. Tapi jika sebaliknya, jika kita tak pernah merasa senang, sedih, apalagi cemas dengan habisnya Ramadhan ini, sepantesnya kita mulai mengukur diri . Sudah seberapa pan­tas menjadi seorang muslim. Dan itu berarti pula kita adalah termasuk manusia tidak peduli dengan masa depan kita sendiri. Sungguh keras hati kita jika tak pernah ada ungkapan dari perasaan hati kita ini. Meski cuma diungkapkan setitik saja. Ah, rasanya kita pantas untuk ‘dimurkai’ Allah. Naudzubillahi min dzalik!
Kita seharusnya malu sama Allah. Pantas ‘berhutang’ kepada Allah. Betapa banyak rizki dari Allah yang telah kita makan. Betapa banyak nikmat Allah yang telah kita rasakan. Betapa tak ternilai harganya ketika Allah menjadikan kita sebagai seorang muslim. Sebab, menjadi muslim, adalah petun­juk dari Allah. Itu adalah hidayah-Nya. Dan itu tak semudah membalikkan telapan tangan.
Sa’ad bin Abi Waqqash, salah seorang sahabat Rasulullah, begitu berat menghadapi kenyataan ketika beliau menjadi muslim. Sang ibu melakukan protes keras dengan mengancam akan melakukan mogok makan sampe tun­tutannya agar Sa’ad kembali ke agama nenek moyangnya dipenuhi Sa’ad. Tapi Sa’ad tak mudah untuk tergoda lagi. Berat bukan? Begitupun dengan Amr bin Yassir, yang harus rela melihat dengan mata-kepalanya sendiri orangtuanya menemui ajal di tangan orang-orang kafir Quraisy karena mempertahankan keyakinan mereka tentang Islam. Begitu pula, pernahkah kamu membayangkan bagaimana menderitanya Salman al-Farisi yang berusaha mencari kebenaran. Sempat pindah-pindah keyakinan sebelum akhirnya istiqomah dengan Islam. Saking istiqomahnya dengan Islam, beliau rela hidup menderita untuk membela Islam.
Wajar kan, jika nilai keimanan beliau-beliau boleh dibilang sangat mahal ketika ‘membelinya’. Amat beda dengan kita yang langsung instan. Karena memang lahir dan dididik di lingkungan keluarga muslim. Tapi walau bagaimanapun juga, ini merupakan hidayah dari Allah Swt. juga. Tinggal bagaimana kita mensyukuri­nya. Salah satunya adalah dengan taat terha­dap apa yang diturunkan Allah Swt. kepada kita. Wajib tunduk dan patuh terhadap perintahNya. 


Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang mendapat berkah, rahmat, dan ampunan. Dan senantiasa memohon kepada Allah agar kita digolongkan kepada orang-orang yang berjuang demi tegaknya syariat Islam di muka bumi ini.. Semoga Allah Swt. memberi kesempatan kepada kita untuk bertemu Ramadhan di tahun depan.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com