Hakikat taubat adalah: engkau merasakan bumi yuang
luas ini menjadi sempit karena dosamu, hingga engkau tidak dapat lari darinya,
kemudian kesempitan itu engkau rasakan dalam dirimu. Seperti diungkapkan oleh
al Quran: "dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh
mereka". Di antara bentuk penyesalan adalah: mengakui dosa, dan tidak lari
dari pertanggungjawaban dosa itu, serta meminta ampunan dan maghfirah dari
Allah SWT.
Penyesalan adalah: perasaan, emosi atau gerak hati.
Yaitu suatu bentuk penyesalan dalam diri manusia atas perbuatan dosa yang ia
lakukan terhadap Rabbnya, terhadap makhluk yang lain dan bagi dirinya sendiri.
Ini adalah penyesalan yang mirip dengan api yang membakar hati dengan sangat. Malah ia akan merasakannya seperti dipanggang ketika ia mengingat dosanya, sikap pelanggarannya serta hak Rabbnya atasnya. Itu adalah kondisi "terbakar di dalam" yang diungkapkan oleh sebagian kaum sufi ketika mereka mendefinisikan taubat: melelehkan lemak (yang terkumpul) karena kesalahan masa lalu. Dan yang lain berkata: ia adalah api hati yang membakar, serta sakit dalam hati yang tidak terobati!.
Al Quran telah mendeskripsikan sisi jiwa ini bagi beberapa orang yang melakukan taubat, dengan deskripsi yang amat bagus. Yaitu dalam kisah tiga sahabat yang absen dari mengikuti perang yang besar bersama Rasulullah Saw, yaitu perang Tabuk. Yang merupakan peperangan pertama Rasulullah Saw dengan negara yang paling kuat di dunia saat itu: negara Romawi. Mereka tidak mengungkapkan alasan bohong seperti kaum munafik, maka Rasulullah Saw memerintahkan untuk mengucilkan mereka. Kemudian mereka menyesali perbuatan mereka itu dengan sangat, dan dilukiskan oleh Al Quran sebagai berikut:
"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat ) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (QS. at-Taubah: 118)
Oleh karena itu Dzun-Nun al Mishri berkata: hakikat taubat adalah: engkau merasakan bumi yuang luas ini menjadi sempit karena dosamu, hingga engkau tidak dapat lari darinya, kemudian kesempitan itu engkau rasakan dalam dirimu. Seperti diungkapkan oleh al Quran: "dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka".
Di antara bentuk penyesalan adalah: mengakui dosa, dan tidak lari dari pertanggungjawaban dosa itu, serta meminta ampunan dan maghfirah dari Allah SWT.
Seperti kita temukan dalam kisah Adam setelah beliau dan istirnya memakan pohon yang dilarang itu:
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi". (QS. al A'raf: 23)
Dan seperti kita temukan dalam kisah Nuh ketika ia meminta ampunan kepada Rabbnya atas anaknya yang kafir. Dan jawaban Ilahi terhadapnya adalah:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan". (QS. Huud: 46)
Di sini Nuh a.s. merasakan kesalahannya, dan iapun menyesalinya. Serta berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekatnya) . Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi". (QS. Huud: 47)
Dan seperti kita lihat dalam kisah Musa, ketika beliau memukul seorang laki-laki dari Koptik dan menewaskannya:
Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (pemusuhannya)'. (QS. al Qashash: 15-16)
Juga kita lihat dalam kisah nabi Yunus:
"Ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. al Anbiyaa: 87)
Ini adalah penyesalan yang mirip dengan api yang membakar hati dengan sangat. Malah ia akan merasakannya seperti dipanggang ketika ia mengingat dosanya, sikap pelanggarannya serta hak Rabbnya atasnya. Itu adalah kondisi "terbakar di dalam" yang diungkapkan oleh sebagian kaum sufi ketika mereka mendefinisikan taubat: melelehkan lemak (yang terkumpul) karena kesalahan masa lalu. Dan yang lain berkata: ia adalah api hati yang membakar, serta sakit dalam hati yang tidak terobati!.
Al Quran telah mendeskripsikan sisi jiwa ini bagi beberapa orang yang melakukan taubat, dengan deskripsi yang amat bagus. Yaitu dalam kisah tiga sahabat yang absen dari mengikuti perang yang besar bersama Rasulullah Saw, yaitu perang Tabuk. Yang merupakan peperangan pertama Rasulullah Saw dengan negara yang paling kuat di dunia saat itu: negara Romawi. Mereka tidak mengungkapkan alasan bohong seperti kaum munafik, maka Rasulullah Saw memerintahkan untuk mengucilkan mereka. Kemudian mereka menyesali perbuatan mereka itu dengan sangat, dan dilukiskan oleh Al Quran sebagai berikut:
"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat ) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (QS. at-Taubah: 118)
Oleh karena itu Dzun-Nun al Mishri berkata: hakikat taubat adalah: engkau merasakan bumi yuang luas ini menjadi sempit karena dosamu, hingga engkau tidak dapat lari darinya, kemudian kesempitan itu engkau rasakan dalam dirimu. Seperti diungkapkan oleh al Quran: "dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka".
Di antara bentuk penyesalan adalah: mengakui dosa, dan tidak lari dari pertanggungjawaban dosa itu, serta meminta ampunan dan maghfirah dari Allah SWT.
Seperti kita temukan dalam kisah Adam setelah beliau dan istirnya memakan pohon yang dilarang itu:
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi". (QS. al A'raf: 23)
Dan seperti kita temukan dalam kisah Nuh ketika ia meminta ampunan kepada Rabbnya atas anaknya yang kafir. Dan jawaban Ilahi terhadapnya adalah:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan". (QS. Huud: 46)
Di sini Nuh a.s. merasakan kesalahannya, dan iapun menyesalinya. Serta berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekatnya) . Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi". (QS. Huud: 47)
Dan seperti kita lihat dalam kisah Musa, ketika beliau memukul seorang laki-laki dari Koptik dan menewaskannya:
Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (pemusuhannya)'. (QS. al Qashash: 15-16)
Juga kita lihat dalam kisah nabi Yunus:
"Ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. al Anbiyaa: 87)
Meskipun jika kita perhatikan dosa-dosa yang diperbuat oleh para Rasul itu adalah dosa-dosa kecil, terutama jika kita perhatikan situasi dan kondisi terjadinya dosa itu, maka dosa-dosa itu memang ringan. Namun para Rasul itu, karena halusnya perasaan mereka, hati mereka yang hidup, serta perasaan mereka yang kuat akan hak Rabb mereka, maka mereka melihat dosa itu sebagai dosa yang amat besar, mereka mengakui kesalahan diri mereka, dan merekapun segera memohon ampunan dan maghfirah dari Rabb mereka, karena Dia adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.(yusuf mansur network)