Ibnu Al Qayyim Al-Jauziyah berujar, Amal tanpa
keikhlasan seperti musafir yang meng isi kantong dengan kerikil pasir.
Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat. Menurut Imam Al-Ghazali, peringkat
ikhlas itu ada tiga.
Pertama, ikhlas awam yakni ikhlas dalam
beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksa-Nya dan
masih mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, ikhlash khawas,ialah ikhlas dalam beribadah
kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat
dengan-Nya dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari-Nya.
Ketiga, ikhlash khawas al-khawas adalah ikhlas dalam
beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang
mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah
Tuhan yang Maha segala-galanya
Jika ikhlas sudah menjadi karakter hati dalam beramal ibadah, niscaya
keberagamaan kita menjadi lurus, benar, dan istiqamah (konsisten). (QS
Al-Bayyinah [98]: 5). Selain kunci diterima tidaknya amal ibadah kita oleh
Allah SWT, ikhlas juga membuat kinerja kita bermakna dan tidak sia-sia. Kinerja
yang bermakna adalah kinerja yang berangkat dari hati yang ikhlas dan mengikuti
aturan ibadah yang disyariatkan didalam Islam. Lalu akan memberikan terbaik
dalam ibadah, karena keyakinan Allah SWT sebagai tujuan terbaik diatas
segalanya.
Ikhlas itu kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Karena itu,
kita perlu belajar dan membiasakan diri menjadi mukhlis (orang yang ikhlas).
Dari segi bahasa, ikhlas itu mengandung makna memurnikan dari kotoran,
membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan kita dalam melakukan
suatu amalan.
Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik,
riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang
dilakukan semata-mata karena Allah SWT.